Penambangan Minyak Sumur Tua di Blora Bisa Hasilkan Rp 2 Miliaran Per Bulan

Penambangan Minyak Sumur Tua di Blora Hasilkan Rp 2 Miliaran Per Bulan

Info Terkini -Deru suara mesin truk Mercedes Benz terdengar kencang di sekitar lokasi sumur penambangan minyak tradisional di Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora.
Alat itu dimodifikasi sedemikian rupa agar bisa dipakai menimba minyak yang masih bercampur lumpur dan air.
Hasil penambangan itu selanjutnya disaring supaya bisa mendapatkan minyak mentah dan dikirim ke Pertamina.

Penambangan minyak tradisional masih dilakukan warga di wilayah itu sejak puluhan tahun silam, meski kini telah dibentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Blora Patra Energi (BPE) dalam pengelolaan penambangan minyak di sumur tua peninggalan zaman penjajahan Belanda itu.
Direktur Utama PT BPE, Christian Prasetya mengatakan, kehadiran BUMD dalam pengelolaan penambangan minyak di sumur tua itu adalah untuk memenuhi amanat peraturan menteri (Permen) Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) 1/2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Bumi Pada Sumur Tua.

"Kami mendapatkan izin pengelolaan sumur tua di Ledok sejak 2017," katanya, kepada Tribun Jateng, baru-baru ini.
Selain di lapangan Ledok, Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Christian menuturkan, PT B‎PE di Blora juga mendapatkan izin pengelolaan sumur tua di lapangan Semanggi dan Banyuasin, Kecamatan Jepon.
Di Ledok, BUMD yang berdiri pada 2008 itu mendapat izin pengelolaan 196 sumur.
Sementara di lapangan Semanggi dan Banyuasin, PT BPE mendapat izin pengelolaan 80 titik sumur.

Menurut dia, dari jum‎lah sumur yang ada di Ledok, baru 108 yang berproduksi.
Sedangkan di Jepon, dari 80 sumur yang ada, baru lima titik yang berproduksi.
"Pada 2018 ini kami ingin meningkatan produksi di Ledok dengan mengaktifkan produksi sekitar 30-40 sumur lagi," sambungnya.

Christian menyatakan, saat ini profil terbaik ‎pengelolaan sumur tua ada di lapangan Ledok.
Sehingga, tak heran pada 2017 para pengelola sumur di Ledok ini menyabet penghargaan pengeloaan terbaik dari Pertamina.
"Di sini lingkungan terjaga, karena kami sepenuhnya menggunakan alat tradisional untuk menambang. Semua menggunakan timba, tak ada yang pakai pompa," jelasnya.


Produksi

Christian mengungkapkan, pada ‎kurun waktu Juli-Desember 2017, produksi sumur tua di Ledok serta Semanggi dan Banyuasin mampu menghasilkan 29.962,48 barel.

Rinciannya, 27.915,37 dari 108 sumur di Ledok, serta 2.047,11 barel dari lima sumur di Semanggi.
"Dari hasil produksi tersebut, PT BPE memperoleh pendapatan dari bagi hasil sebesar ‎Rp 516,33 juta," tuturnya.
Menurut dia, PT BPE mendapat bagian 4 persen dari hasil produksi.

Sementara, perkumpulan sebagai operator mendapatkan 94,65 persen. Sisanya, 1,35 persen menjadi hak desa, sebagai dana pengembangan desa.

"Untuk bagian perkumpulan, rinciannya adalah 77 persen untuk penambang, 4,66 persen untuk truk tangki pengangkut, BPJS sebesar 1,76 persen, HSE (health and safety environmental) 6,02 persen, dan masuk ke perkumpulan 5,23 persen. Sistem bagi hasil yang sama, juga diterapkan di lapangan Semanggi dan Banyuasin," paparnya.

Dengan penghasilan yang diperoleh PT BPE itu bisa diketahui total hasil produksi di dua desa itu dalam enam bulan terakhir mencapai sekitar Rp 12,9 miliar.
Perhitungannya: jika nilai 4 persen sekitar Rp 516 juta, berarti 100 persen adalah Rp 12,9 miliar.
Bagi Pertamina, Christian mengatakan, mengelola sumur tua bisa dikatakan tak feasible secara hitung-hitungan ekonomi.
Namun, bagi BUMD dan terutama para penambang, profil sumur tua cukup menjanjikan pemasukan yang layak.
Share on Google Plus

About bagas way

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment